Pembaharuan dalam bidang pendidikan
merupakan suatu karakter dunia modern. Hal tersebut pada dasarnya
berkisar pada persepsi bahwa pendidikan merupakan menara gading dan
bahkan pelopor pembaharuan. Segi kognitif pendidikan tetap mendapatkan
prioritas yang tinggi dalam proses pendidikan,
namun masalah integrasi proses dan hasil belajar dengan kehidupan yang
nyata dan dengan masa depan semakin meminta penekanan-penekanan baru.
Khususnya kurikulum pendidikan,
seyogyanya dirancang untuk memberikan pengalaman-pengalaman yang
merangsang peningkatan kreativitas, intelektualitas, dan daya analisis.
Kurikulum harus menyajikan hal-hal yang praktis dan disesuaikan dengan
latar belakang kehidupan yang bervariasi, tujuan hidup yang berbeda,
serta daya pemahaman terhadap persoalan yang berbeda pula. Pendidikan
harus dapat menyajikan kesempatan-kesempatan untuk berbuat dan
bertindak berdasarkan apa yang dipahami seseorang maupun kesempatan
untuk berteori tentang solusi yang ideal dari berbagai masalah. Dengan
singkat, kurikulum harus dapat diperkenalkan kepada anak didik dengan
berbagai cara belajar maupun berbagai jenis pengetahuan. Pada gilirannya
hal-hal ini mampu mempersiapkan anak didik untuk merencanakan masa
depannya dan masyarakatnya, serta berperan aktif dalam
merealisasikannya. Revolusi dalam bidang pendidikan mencakup segi
kuantitas dan kualitas. Sejalan dengan pertumbuhan dalam bidang ekonomi
yang berubah secara pesat, revolusi pendidikan pada akhirnya diarahkan
untuk kesejahteraan umat manusia. Dengan demikian, maka segi pemerataan dalam bidang pendidikan memegang kunci yang penting.
Dari segi kuantitas, pemerataan pendidikan ini telah
berlangsung secara mengesankan didalam dua dekade terakhir ini. Di
banyak negara, dari segi ratio pendidikan untuk anak didik pada tingkat
pertama, terlihat bahwa pada periode tersebut ratio tadi telah mencapai
sekitar 100%. Khususnya untuk sebagian besar negara-negara Pasifik,
sejak tahun 1984 laju pendaftaran pada tingkat pertama pendidikan telah
melebihi 90%. Bagi Indonesia, Nicaragua, Thailand dan Honduras, laju
tersebut telah meningkat dari 80% menjadi 100% antara tahun 1975 dan
tahun 1984. Untuk jenjang kedua pendidikan, kecenderungan peningkatan
terjadi pula di negara-negara Pasifik. Peningkatan yang menonjol adalah
peningkatan yang terjadi di Korea, Hongkong dan Meksiko. Sedangkan di
negara-negara industri maju, laju pendaftaran pada tahun 1984 telah
melebihi 80%, kecuali di Kanada, Amerika Serikat, Jepang dan Korea yang
telah melebihi 90%. Pada tingkat pendidikan tinggi kecenderungan yang
sama terjadi di banyak negara-negara Pasifik, di Thailand, Korea, dan
Philipina. Di negara-negara industri maju, laju pendaftaran mahasiswa
untuk pendidikan tinggi berkisar pada satu dari dua sampai empat orang.
Laju
pendaftaran yang tertinggi terjadi di Amerika Serikat dan Kanada dengan
ration 1 : 2 diikuti oleh Ekuador dan Philipina dengan perbandingan 1 :
3.
Dari segi kualitas pendidikan, pada dasarnya ditandai dengan
meningkatnya pelaksanaan penelitian-penelitian khususnya penelitian
dasar (basic research). Hasil penelitian-penelitian tersebut telah
terpadu dalam perkembangan teknologi yang merupakan kekuatan pendorong
utama dari perubahan-perubahan yang terjadi didalam masyarakat. Skala
dan percepatan perkembangan teknologi ini merupakan kekhususan
dibandingkan dengan periode sebelumnya. Skala perubahannya melampaui
batas-batas konvensional, seperti batas nasional negara dan sebagainya,
serta percepatannya mengikuti deret ukur. Peningkatan penelitian
terlihat dari jumlah dana yang disediakan oleh negara-negara industri
maju untuk penelitian. Jerman Barat misalnya, pada tahun 1971
mengalokasikan anggaran penelitian sebesar 2% dari GNP dan pada tahun
1987 meningkat menjadi 3%. Dana penelitian Jepang pada periode yang sama
mengalami kenaikan sebanyak 1% pula. Pola yang sama berlaku di dalam
peningkatan jumlah peneliti dan ilmuwan. Antara tahun 1965 sampai dengan
tahun 1987, telah terjadi peningkatan jumlah peneliti dan ilmuwan
(dilihat dari jumlah total tenaga kerja). Di banyak negara, Jepang
misalnya, pada tahun 1965 memiliki 25 ahli dari sepuluh ribu tenaga
kerja dan pada tahun 1980 telah meningkat menjadi 70 ahli dari sepuluh
ribu tenaga kerja. Perancis, Inggris dan Jerman Barat juga mengalami
peningkatan meskipun dalam skala yang lebih kecil. Amerika Serikat
secara konsisten pada periode yang sama memiliki 65 - 70 orang peneliti
dan ilmuwan per sepuluh ribu tenaga kerja.
Keadaan tersebut di
atas telah membawa iklim baru dalam hubungan antara pendidikan dengan
perusahaan. Kecenderungan keterlibatan perusahaan didalam proses
pendidikan semakin menonjol. Keterlibatan ini tidak terlepas dari
ketidaksesuaian yang terjadi diantara dunia pendidikan dan dunia kerja.
Apa yang disiapkan oleh pendidikan dan apa yang dibutuhkan oleh dunia
kerja tidak sepenuhnya sesuai. Begitu besar ketidaksesuaian tersebut
sehingga dunia usaha merasa terpaksa harus memasuki arena pendidikan
secara besar-besaran. Tamatan perguruan tinggi sekarang yang tidak siap
merupakan beban perusahaan di masa yang akan datang. Untuk itu
perusahaan-perusahaan menyelenggarakan pendidikan tambahan sebagai
perbaikan terhadap kekurangan tersebut. Disamping itu,
pengusaha-pengusaha ikut terlibat sebagai tenaga pengajar di dalam
lembaga pendidikan serta memberikan donasi dalam bentuk uang atau
peralatan pendidikan.
Lebih daripada itu, perusahaan-perusahaan
telah pula mempelopori lembaga pendidikannya sendiri. Tercatat lebih
dari 25 perusahaan di Amerika melaksanakan pendidikan yang memberikan
gelar. Perusahaan Wang, North trop, Arthur Andersen dan Humana
memberikan gelar Master, dan Rand Coorporations memberikan gelar Ph.D.,
bukan hanya untuk karyawannya tetapi juga untuk umum. Tercatat lebih
dari 400 kampus dan banyak gedung yang dimiliki oleh
perusahaan-perusahaan seperti Xerox, IBM, Pizer dan Control Data. IBM,
sebuah raksasa pendidikan, menghabiskan sekitar US $700.000.000 setahun
untuk pendidikan karyawannya. Meskipun nampaknya perusahaan-perusahaan
cenderung untuk bertindak sebagai saingan di bidang pendidikan, namun
hubungan diantara perguruan tinggi dengan perusahaan menjadi semakin
kuat.
Perguruan tinggi, pada pihak yang lain, cenderung untuk
beroperasi sebagai perusahaan. Beberapa faktor di dalam pengelolaan
perguruan tinggi telah mendorong hal ini. Misalnya, biaya pengelolaan
perguruan tinggi yang semakin tinggi, bantuan pemerintah yang semakin
mengecil, dan kompetisi memperoleh mahasiswa yang semakin meningkat.
Oleh karena itu, para pengelola perguruan tinggi harus berpikir ekonomis
dengan meningkatkan spesialisasi, pemasaran, dan perencanaan
strategisnya. Dalam rangka spesialisasi ini perguruan tinggi akan
memusatkan perhatian pada bidang-bidang ilmu yang mempunyai keuntungan
komperatif (comperatif advantage). Hal ini dapat berarti menghilangkan
program pendidikan untuk bidang ilmu yang kurang laris. Pertanda yang
lain mengenai kecenderungan perguruan tinggi sebagai perusahaan adalah
kecenderungan mengambil atau memilih rektor/presiden universitas yang
mempunyai latar belakang sebagai usahawan. Trinity University di San
Antonio Amerika Serikat (satu universitas yang tidak terkenal
sebelumnya) merupakan contoh bagaimana peranan presiden universitas
tersebut meningkatkan popularitas universitasnya untuk termasuk 10 besar
dalam hal mahasiswa-mahasiswa yang berprestasi nasional (national
merit). Sebagai bekas pengusaha, presiden universitas tersebut
menyediakan beasiswa sebesar US $ 5000 setahun bagi mahasiswa
berprestasi dan meningkatkan gaji dosennya sekitar 60%.
Kecenderungan
lainnya ialah perguruan tinggi telah berupaya pula mengembangkan
usaha-usaha yang menghasilkan uang untuk pengelolaan perguruan tinggi
tersebut. Usaha-usaha tersebut dapat berupa penyewaan ruangan bagi
perusahaan-perusahaan untuk mengadakan pertemuan, melakukan jasa-jasa
lain yang menghasilkan pendapatan, dan sebagainya. Secara singkat, sifat
kewiraswastaan semakin berkembang di kalangan pengelola perguruan
tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar